Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Pada tanggal 9 April 2025 lalu, Presiden Prabowo mengatakan siap menerima korban yang luka-luka dari Gaza, Palestina. Termasuk, anak-anak yatim piatu dan warga yang terkena trauma akibat penyerangan. Gelombang pertama diperkirakan berjumlah 1.000 orang, melalui Lanud Halim Perdanakusuma, dengan terlebih dahulu dikirim Menteri Luar Negeri, Sugiono, untuk diskusi dengan pemerintah Palestina (kompas.com,10-4-2025).
Kepala Negara menyatakan, siapa pun warga Palestina yang terluka boleh mendapatkan pengobatan di Indonesia. Termasuk, anak-anak yatim piatu dan warga yang terkena trauma akibat penyerangan. "Kami siap akan kirim pesawat-pesawat untuk angkut mereka. Kita perkirakan mungkin jumlahnya 1.000 untuk gelombang pertama," ucap Prabowo.
Sontak berita ini memunculkan pro dan kontra terutama dari dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdhlatul Ulama (NU). Intinya kedua ormas ini hanya menyetujui upaya pengobatan bukan relokasi.
Baca juga:
Kemenangan Idul Fitri di Atas Penderitaan Gaza, Tak Sebanding!
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Syafiq Mughni mendukung rencana Presiden tersebut sebab tidak bersifat permanen seperti relokasi. Sifatnya sementara untuk kepentingan treatment, perawatan kesehatan, pendidikan pelajar dan mahasiswa untuk waktu yang terbatas (hanya itungan bulanan) tentunya bagus, Syafiq menambahkan, warga Gaza yang dievakuasi ke Indonesia juga tidak akan banyak. Sebab, yang dipilih hanyalah warga yang terluka.
Syafiq mengingatkan agar warga Gaza dikembalikan lagi ke Palestina jika sudah selesai pengobatan. Muhammadiyah sendiri untuk studi atau memberikan pendidikan sudah mengawali dengan memberikan beasiswa kepada pelajar-pelajar Palestina.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyetujui rencana evakuasi warga Gaza ke Indonesia untuk menjalani perawatan medis, tetapi menolak keras jika warga Gaza direlokasi dari tanah air mereka. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Keagamaan PBNU Ahmad Fahrur Rozi, bahwa relokasi warga Gaza seperti yang dicetuskan oleh Amerika Serikat justru merupakan upaya untuk mengusir mereka dari tanahnya sendiri.
Baca juga:
Peringatan Nuzulul Quran dan Momentum Kebangkitan Umat
PBNU, menurut Gus Fahrur menghargai upaya Prabowo untuk memberikan bantuan evakuasi korban Gaza untuk sementara namun lebih menyarankan agar warga Gaza dievakuasi ke negara-negara terdekat dibandingkan ke Indonesia yang membutuhkan biaya juga warga Gaza akan kesulitan karena terkendala bahasa dan budaya.
Kebijakan Presiden Bukan Solusi Hakiki
Bisa dibilang, kebijakan presiden dengan membantu relokasi warga Gaza meski sekadar untuk penyembuhan luka bukanlah solusi hakiki. Justru hal inilah yang diinginkan Donald Trump dan Nethanyahu. Gaza kosong dari warga aslinya, dengan cara mudah dan murah. Selanjutnya mereka leluasa menguasai Gaza, Palestina, tanah para Nabi dan jantungnya dunia Islam.
Baca juga:
PHK Massal, Sejahtera dengan Kapitalis Terbukti Gagal
Bagaimana bisa presiden kita tidak menyadari hal yang sedemikian jelas? Sekaligus membuat kita prihatin, para pemimpin negeri muslim yang terdekat dengan Palestina tak bergeming. Apakah belum nampak betapa liciknya perangai Israel, yang melanggar berbagai perjanjian, melakukan serangan di tengah berjalannya gencatan senjata, bahkan di Hari Raya IdulFitri yang suci, mereka sengaja menyerang kamp wartawan dan penduduk.
Israel, maupun induk semangnya, Amerika, tak mengenal bahasa lain kecuali perang, maka, tidak menutup kemungkinan ketika warga Gaza sudah sembuh mereka menolak dengan berbagai cara warga Gaza kembali ke tanah kelahiran mereka. Inilah yang lebih berbahaya, keteguhan warga Gaza membela tanah air mereka dan memutuskan tetap tinggal di sana meski hancur bukan tanpa alasan. Dan bukan sekadar besar karena menjadi tempat Rasulullah Isra Miraj.
Hal itu sebagaimana yang disebutkan dari Abu Umamah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang berada di atas kebenaran, mengalahkan musuh-musuhnya, dan orang-orang yang memusuhi mereka tidak akan mampu menimpakan bahaya terhadap mereka kecuali sedikit musibah semata. Demikianlah keadaannya sampai akhirnya datang urusan Allah."
"Wahai Rasulullah, di manakah kelompok tersebut?" tanya para sahabat. Rasulullah menjawab,"Mereka berada di Baitul Maqdis dan serambi Baitul Maqdis." Hadits di atas menjelaskan, jika Baitul Maqdis dan serambinya tidak akan pernah lepas dari peperangan. Bagi penduduk Palestina, itu hanya ujian atau musibah yang sangat kecil. Sehebat apapun zionis menggempur Palestina, tidak akan menyurutkan hati mereka dalam membela Islam. Tinggal menentukan dimana posisi kita untuk Palestina, apakah hanya diam mengecam ataukah bergerak dengan dakwah agar kaum muslim bersatu.
Kaum Muslim Harus Bersatu
Maka, solusi hakiki dari kaum muslim bukan sekadar relokasi, tapi bersatu, menguatkan ukhuwah Islamiyah dan menyerukan jihad. Jihad hanya bisa diserukan oleh Khalifah, pemimpin umat muslim sedunia. Saatnya runtuhkan Nasionalisme, batasan buatan penjajah. Terlalu lama kita pasrah dibohongi opini hingga kebijakan penjajah. Wallahualam bissawab. [ry].