Dibalik Kebahagiaan Lebaran, Palestina Masih Dalam Penderitaan

Admin BeritaNusaIndo
0

 

Ilustrasi: Genosida. Sumber: Freepik.

Oleh : Dewi Putri, S.Pd

(Aktivis Dakwah Muslimah)


Warga Palestina merayakan hari Idul Fitri 1446 H di tanggal 30 Maret 2025 sesuai pengumuman mufti besar Palestina Syaikh Muhammad Hussein.


Semua orang seharusnya berbahagia menyambut idul fitri. Sayangnya kebahagiaan itu tidak sempurna. 


Ada duka dibalik kebahagiaan merayakan idul fitri karena masih banyak kaum muslim yang tertindas di bawah penjajahan seperti yang dialami oleh saudara kita di Palestina.


Kebiadaban Zionis memang tidak ada tandingannya. Meski kaum muslim tengah merayakan hari istimewa, serangan brutal terus dilancarkan hingga menewaskan warga termasuk anak-anak yang masih mengenakan pakaian idul fitri.


Sungguh miris, warga palestina sedang melaksanakan shalat idul fitri saat itu juga israel melakukan serangan. Penjajah Zionis tidak menghentikan serangan walaupun tahu, bahwa umat Islam sedang melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri.


Ini adalah idul fitri yang penuh kesedihan untuk kesekian kalinya bagi muslim Palestina.

Sejak Oktober 2023, Zionis telah membunuh ribuan warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak, memborbardir rumah, masjid, sekolah, rumah sakit bahkan tempat pengungsian. 


Warga Palestina tidak memiliki apa-apa untuk merayakan hari raya, tidak ada minuman, makanan, baju baru hingga rumah yang nyaman untuk berlebaran.


Sedangkan di lokasi yang lain, beberapa orang membawa sepatu-sepatu kecil yang sudah sedianya untuk merayakan idul fitri, tetapi sepatu-sepatu kecil itu telah terpisah dari jasad pemiliknya karena teror bom oleh Zionis Yahudi. Siapa pun akan merasakan sesak yang sangat dalam ketika menyaksikan kondisi Palestina saat ini.


Meski demikian, semua itu tidaklah menyurutkan mereka untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, walaupun pada akhirnya menjadi idul fitri berdarah. 


Mereka melaksanakannya di antara puing-puing reruntuhan dan di tengah kesulitan bahan pangan akibat blokade yang makin ketat sejak berakhirnya gencatan senjata tahap pertama karena dibatalkan sepihak oleh Zionis. 


Kondisi kaum muslimin di Palestina, khususnya Gaza, semakin hari semakin merasakan sulitnya kehidupan yang dijalani. Perjanjian gencatan senjata yang sebelumnya disepakati lalu dilanggar sepihak oleh Zionis.


Mereka bukan hanya melakukan berbagai serangan bersenjata, sejak awal Maret mereka memblokade jalur Gaza. Sehingga ketika ada bantuan baik obat-obatan maupun pangan serta truk-truk yang membawa bahan bakar dihalangi oleh mereka. Warga Gaza yang tersisa akan menghadapi ancaman kelaparan serius di tengah kondisi keamanan yang semakin parah. 


Selain menghadapi ancaman kelaparan yang semakin brutal, warga Gaza pun menghadapi ancaman pengusiran. Mereka ingin merealisasikan rencana Trump untuk menjadikan Gaza sebagai kawasan yang bersih dari warga asli Palestina. 


Apa yang seharusnya dilakukan oleh umat muslim dan para penguasa di negeri-negeri muslim lainya?


Hanya satu solusi yang bisa membantu rakyat Palestina mengusir penjajah yaitu dengan mengirimkan pasukan-pasukan militer. Hanya saja, sekedar untuk membuka pintu perbatasan agar memperlancar pengiriman bantuan kemanusiaan pun tidak mampu dilakukan oleh para penguasa negeri Muslim dengan dalih menjaga kepentingan nasional. 


Semua ini menegaskan bahwa masa depan Gaza dan Palestina memang sejatinya tidak mungkin diserahkan kepada negeri-negeri yang penguasanya tidak berkhdimat kepada Islam. Apalagi kepada komunitas internasional yang cenderung memilih diam. 


Sejarah kemunculan negara-negara bangsa dan para penguasanya ialah hasil dari skenario Barat untuk melemahkan posisi politik dunia Islam di kancah politik internasional.


Oleh karenanya, sampai kapan pun konsep negara bangsa dengan konsep nasionalismenya akan menjadi racun bagi cita-cita pembebasan Palestina pada masa mendatang.


Dengan demikian yang bisa diharapkan mampu membebaskan Palestina dan mengusir penjajah dari seluruh wilayahnya hanyalah sebuah negara kuat yang tegak semata atas visi Islam, bukan sekularisme atau nasionalisme yang terbukti menjadi batu sandungan untuk umat Islam.


Negara seperti ini akan memimpin jihad dan melawan penjajah serta berhadapan dengan semua negara yang turut bertanggungjawab dalam melanggengkan penjajahan, untuk memaksa mereka kembali pada posisi seharusnya.


Inilah negara Khilafah yang kemunculan nya sangat ditakuti oleh Amerika dan para penguasa muslim yang menjadi sekutu setianya. Khilafah akan berperan sebagai junnah (perisai) yang melindungi umat Islam di seluruh penjuru dunia agar terbebas dari cengkraman penjajah.


Khilafah akan mempersatukan umat Islam dengan ikatan akidah Islam. Serta menerapkan syariat Islam secara kaffah di dalam negeri dan menyelenggarakan jihad ke luar negeri untuk membebaskan negeri muslim yang terjajah. 


Dengan ikatan akidah yang kuat, umat Islam tidak akan bisa tidur nyenyak dan hidup enak selama masih ada saudaranya sesama muslim yang teraniaya, tertindas dan terbunuh. Umat Islam akan berupaya keras untuk membebaskan negeri-negeri muslim yang terjajah. Khalifah akan memberikan arahan dan akan memimpin tentara dan umat Islam untuk jihad dan membebaskan seluruh umat muslim yang teraniaya. 


Jihad hukumnya wajib, ini sebagaimana firman Allah yang artinya, 

"Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian akan tetapi janganlah kalian melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampui batas". (TQS. Al-baqarah 190).


Khilafah akan mengerahkan tentara hingga semua negeri muslim yang terjajah bisa dibebaskan dan kembali ke pangkuan Khalifah. Khilafah akan menjadi negara yang independen, tidak boleh disetir oleh negara lain. Pembebasan Palestina akan menjadi agenda utama Khilafah sejak hari pertama berdirinya.


Wallahua'lam.


_Editor : Vindy Maramis_

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)