Ilustrasi Indonesia Tanah Airku (Pinterest)
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan Kebenaran.my.id, Opini--Entah disebut curhatan atau keseleo lidah, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi meminta masyarakat sejahtera untuk menyisihkan uang sekitar Rp200.000 untuk membantu keluarga pramiskin. Bantuan untuk keluarga pramiskin tersebut menghabiskan biaya sekitar Rp1,5 triliun dan itu angka yang cukup besar bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya (tribunnews.com, 4-3-2025).
Kemudian Eri merinci pengeluaran Pemkot seperti untuk banjir di kampung itu Rp9,8 triliun, proyek JLLB (Jalan Lingkar Luar Barat) Rp9,3 triliun, Popda (pekan olahraga pelajar daerah) bantuan untuk SD dan SMP Rp2 triliun.
Eri menyarakan kepada masyarakat sejahtera untuk mengeluarkan 1 bulan Rp100.000-Rp200.000. Dengan saling membantu antara yang sejahtera kepada yang kurang sejahtera , hingga tingkat RW busa bergerak sendiri dan itu sangat luarbiasa.
Masih menurut Eri, program tersebut sesuai dengan ucapan Presiden RI pertama, Soekarno. Dan semua agama juga memperkenalkan konsep gotong royong. Demikian pula Presiden Prabowo meminta setiap daerah untuk menciptakan inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Eri berjanji bersama Armuji, wakil Walikota Surabaya akan bekerja keras untuk memastikan pembangunan yang merata dan berkeadilan. Surabaya harus menjadi kota yang maju secara ekonomi, tetapi juga tetap humanis dan berkelanjutan.
Di bawah kepemimpinan Eri pada periode sebelumnya, ekonomi Surabaya berhasil tumbuh sebesar 5,76 persen, angka yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Kemudian angka kemiskinan turun menjadi 3,96 persen pada tahun 2024, serta angka pengangguran terbuka berhasil ditekan.
Sistem Kapitalisme Ciptakan Pencitraan
Berdasarkan data pada September 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis garis kemiskinan nasional berada di angka Rp595.242 per kapita per bulan. Artinya, seseorang dianggap tidak miskin apabila memiliki pengeluaran setidaknya Rp148.750 per minggu atau sekitar Rp21.250 per hari. Sungguh data yang absurd, mengingat harga berbagai kebutuhan pokok naik, banyak pekerja di PHK, demikian juga dengan BBM, listrik, rumah, iuran BPJS dan lain sebagainya. Apa yang bisa terbeli dengan Rp21.250 perhari?
Padahal definisi garis Kemiskinan (GK) adalah batas nilai pengeluaran minimum yang dibutuhkan seseorang atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar selama sebulan. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan makanan dan non-makanan agar seseorang tidak dikategorikan sebagai miskin.
Baca juga:
Dan meskipun sebagai seorang pemimpin, tak pantas rasanya menetapkan penarikan sejumlah uang dari keluarga sejahtera untuk diberikan kepada yang tidak sejahtera, sementara definisi berikut fakta tentang sejahtera saja tidak jelas alias absurd.
Sangat tampak jelas wajah Kapitalisme terpampang dari kebijakan pemerintah. Bukti sebetulnya mereka sudah gagal mewujudkan kesejahteraan, banyaknya yang harus ditanggung oleh pemerintah tak sesuai dengan pendapatan yang dianggarkan. Hal ini menjadi keniscayaan sebab menyandarkan pendapatan pada pajak dan utang.
Tanpa malu meminta masyarakat untuk gotong royong, lantas untuk apa ia dipilih menjadi pemimpin jika hanya bertugas mengkoordinir dana masyarakat?
Kapitalisme mengeksploitasi kekayaan alam yang seharusnya menjadi kepemilikan rakyat, sesuai UUD 1945 pasal 33. Secara deyure memang memang negaralah yang menguasai, namun secara defacto, kekayaan itu untuk dijual atau diberikan kepada pihak ketiga atas nama investasi. Peran negara sangatlah minim.
Islam Sistem Aturan Sempurna
Ramadan ini bulan yang sangat utama bagi kita untuk kembali menata ulang kehidupan yang sudah sangat jauh dari kata Islami. Indonesia, mayoritas penduduknya beragama Islam, bahkan Majalah CEOWORLD baru-baru ini merilis analisis deretan negara yang paling religius di dunia dari survei rutinnya. Menurut analisis data terbaru, Indonesia menempati posisi wahid.
Istilah "religius" yang dimaksud dalam hal ini adalah pengabdian yang setia kepada realitas atau ketuhanan tertinggi yang diakui, mengabdi pada keyakinan/agama, atau setia dengan cermat dan hati-hati. Penafsiran ini mungkin berbeda setiap orang (tribunnews.com, 25-4-2024).
Baca juga:
Retret Kepala Negara VS Efisiensi Anggaran
Faktanya, pengabdi kepada agama (Islam) tidak lantas menjadikan penguasa takut kepada azab Allah, masih saja khamar, narkoba, LGBT legal, judi online dibiarkan, bahkan mengutak-atik hukum Allah diganti hukum manusia sehingga kekayaan alam Indonesia dijual kepada investor.
Alasan basi Proyek Strategis Nasional dan lain sebagainya telah merampas ruang hidup rakyat dengan sangat keji. Syariat memandang, negara adalah pihak yang paling berwajib mengurusi urusan rakyatnya, sebagaimana sabda Rasulullah, "Sungguh Imam/Khalifah adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan berlindung kepada dirinya". (HR Muslim).
Imam an-Nawawi menjelaskan kalimat ”Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai”, yakni seperti pelindung yang mencegah musuh dari menyakiti kaum Muslim; juga mencegah sebagian orang dari (kejahatan) sebagian yang lain; memelihara kemuliaan Islam; orang-orang berlindung kepada dirinya (Khalifah) dan gentar terhadap kekuasaannya (An-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj, 6/315, Maktabah Syamilah).
Baca juga:
Indonesia Gelap Bukti Bobroknya Sistem Kapitalisme
Maka, kesejahteraan diciptakan bukan dengan gotong royong ala Kapitalisme, melainkan dengan mengelola kekayaan alam milik umum dan negara yang pasti akan membuka lapangan pekerjaan yang banyak. Hasil tambang akan dijual, dioleh kembali atau diberikan secara langsung berupa zatnya langsung seperti BBM, air, listrik dan lainnya kepada rakyat dengan harga murah hingga gratis.
Siapa yang tidak mampu untuk bekerja, akan mendapat santunan dari negara selama dia tidak mampu mandiri. Di sisi lain, negara juga menjamin pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan diberikan secara gratis dari mulai pembangunan infrastrukturnya, kurikulum, perguruan tinggi, perpustakaan, SDMnya dan lainnya.
Dengan syariat kafah, rakyat tentu akan menikmati pelayanan negara 100 persen, sebagaimana Umar bin Khattab ketika Madinah mengalami paceklik selama beberapa tahun, tubuhnya mengurus sebab ia mengatakan, "jika di Madinah ada roti, maka Umarlah yang paling terakhir makan" . Wallahualam bissawab. [ry].