Sekularisme Kapitalisme Menumbuhsuburkan Korupsi

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi: ICW

Oleh Dewi Putri, S.Pd 

Aktivis Dakwah Muslimah


Beritakan.my.id - OPINI - Dilansir dari beritasatu.com, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus tersebut menyebabkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun.


Kasus korupsi yang viral baru- baru ini adalah korupsi Pertamina.  Kerugian negara yang diakibatkan dari kasus korupsi berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah, kerugian impor bahan bakar minyak melalui broker, kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi. Kasus korupsi pertamina ini mengakali pengadaan barang dengan mengambil keuntungan dari transaksi ini.


Sungguh miris, di tengah sulitnya rakyat memenuhi kebutuhan hidupnya, para pejabat negara memperkaya diri dengan mencuri uang rakyat. Inilah gambaran pejabat yang tidak amanah dan empati terhadap rakyatnya.


Korupsi seolah-olah menjadi tradisi di negeri ini, mereka yang memiliki wewenang kenegaraan dan mengelola uang rakyat selalu mencari celah di setiap kesempatan.


Banyaknya pejabat yang tidak amanah, hingga melakukan tindak korupsi secara berjamaah, membuktikan bahwa korupsi sudah pada level sistemik, bukan lagi pada kesalahan personal semata. Sistem sekuler membuat orang bebas melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Penerapan sistem politik demokrasi yang sarat dengan biaya mahal pada saat pemilu, telah mendorong para pejabat mengembalikan modal pemilu dan korupsi adalah cara termudah.


Oleh karena itu, sistem politik demokrasi melahirkan pemimpin yang berwatak buruk dan mudah melakukan penyelewengan terhadap kekuasaan.


Sistem sekuler kapitalisme dengan standar manfaat, tidak berlandaskan pada agama. Tak heran, cara pandang individu masyarakat  termasuk para pejabat negara pun mengabaikan aturan agama dalam kehidupan. Mereka memandang bahwa kebahagiaan itu bersumber dari materi. Lemahnya keimanan dan minimnya pemahaman terhadap Islam, telah mendorong para pejajabat untuk mendapatkan materi sebesar-besarnya termasuk dengan cara korupsi.


Selain itu, sistem sanksi yang diberlakukan dalam sistem demokrasi kapitalisme tidak mampu memberikan efek jera terhadap pelaku, tak heran tindak pidana korupsi terus berulang. Sungguh penerapan sistem kapitalisme merupaman akar dari persoalan maraknya korupsi.


Berbeda dengan penerapan aturan Islam secara sempurna di bawah institusi khilafah. Adanya prinsip 3 pilar dalam sistem Islam  menjadikan setiap individu taat pada syariat Allah dan senantiasa menjauhi segala perbuatan yang terlarang termasuk tindak korupsi. 


Adapun masyarakat akan melakukan amar makhruf nahi mungkar  untuk menciptakan suasana Islami dan berlomba-lomba dalam kebaikan.


Sedangkan negara akan menerapkan sistem sanksi yang akan memberikan efek jera sehingga korupsi dapat diberantas dengan tuntas.


Pendidikan dalam sistem Islam pun bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap Islam. Selain itu juga rakyat memiliki penguasaan terhadap ilmu agama, menguasai ilmu sain dan teknologi serta kreatif dan inovasi dalam kontruksi teknologi dan memiliki jiwa kepemimpinan.


Dengan demikian ilmu agama menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan Islam,  sebab pemahaman terhadap aqidah Islam akan membentuk generasi dan pemimpin yang memiliki kesadaran atas hubungan dirinya dengan Allah sebagai Pencpita. Mereka akan senantiasa menyandarkan amal-amalnya pada syariat Islam, sebab semuanya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.


Pendidikan Islam tidak akan berorientasi pada materi  yang hanya menjadikan generasi sibuk memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan kemanfaatan ilmu bagi umat dan Islam.


Generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan banyak mengkontribusikan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan memberikan kebaikan bagi dunia sebagai perwujudan rahmatan lil'alamin. Ketika menjadi pejabat, seorang  pemimpin akan amanah dalam menjalankan tugasnya, karena ada kesadaran akan pertanggungjawaban di hadapan Allah. 


Sistem politik khilafah menutup celah terjadinya korupsi, apatah lagi sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan bagi tiap individu. Islam mensyariatkan bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang kelak dimintai pertanggungjawaban tidak hanya dihadapan manusia di dunia akan tetapi di hadapan Allah di akherat nanti.


Dengan demikian pemimpin atau pejabat yang terpilih adalah orang yang amanah, profesional, dan bertanggungjawab. Ketika menjalankan amanahnya ia akan  optimal agar sesuai dengan perintah syariat Islam. Selain itu negara Islam akan menerapkan sistem sanksi yang tegas yang mampu mencegah korupsi secara tuntas.


Penerapan sanksi Islam bersifat jawabir yakni menjadi penebus dosa bagi pelaku kriminal, dan zawajir yaitu memberikan efek jera bagi pelaku dan membuat orang laib takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa.


Demikianlah mekanisme Islam yang luar biasa dalam mencetak generasi yang unggul dan berkepribadian Islam sekaligus mencegah tindak pidana korupsi.


Wallahu'alam.


Editor: Rens



Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)