Saatnya Fungsikan Prioritas Pendikan, Bukan Efisiensi

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi: wisuda (sumber: pinterest)


 Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban



Beritakan.my.id, Opini--Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur (Dindik Jatim) meniadakan kegiatan wisuda atau purnawiyata di jenjang SMA/SMK di Jatim. Kebijakan tersebut, tertuang dalam surat edaran dengan nomor 000.1.5/1506/101.5/2025 yang ditandatangani pada tanggal 6 Maret 2025 (suarasurabaya.net, 10-3-2025).


Aries Agung Paewai Kepala Dindik Jatim mengatakan, kebijakan tersebut dibuat untuk menyikapi keresahan orang tua murid terkait tingginya biaya wisuda selama ini, terutama mereka yang berasal dari keluarga pra-sejahtera. Dengan kebijakan itu, kata dia, satuan pendidikan dilarang melaksanakan kegiatan wisuda atau purnawiyata di luar lingkungan sekolah dengan alasan apapun.

Baca juga: 

Indonesia Gelap Bukti Bobroknya Sistem Ekonomi Kapitalisme


Pihaknya meminta satuan pendidikan untuk tidak memaksakan murid harus memakai jas atau kebaya, serta pakaian sejenisnya saat kelulusan. Dalam memaknai kelulusan, ia mengatakan bahwa bisa dilakukan secara sederhana, baik dengan acara per-kelas atau satu angkatan kelas dengan cara kreatif dan inovatif tanpa harus membebani orang tua murid.


Kapitalisasi Pendidikan Jauhkan Visi Misi Output Pendidikan


Seolah sudah menjadi budaya, wisuda yang yang dahulu hanya untuk mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan tinggi di universitas, kian kesini dari SMP, SMA, SD bahkan TK juga mengadakan wisuda. Seolah menjadi sesuatu yang paten jika kelulusan ditandai dengan wisuda. Berseragam khusus, bertoga dan pastinya berdandan dengan baju nasional. 


Pada praktiknya, wisuda menjadi semacam momok bagi banyak keluarga, karena tak jarang sekolah tidak mencukupkan di gedungnya sendiri melainkan ke luar kota, di hotel, tempat wisata dan lainnya yang sudah pasti membutuhkan biaya besar. Bagi yang berlebih tak jadi soal, namun bagi yang pas-pasan, tentu sangat memberatkan. Mereka masih dihadapkan pada persoalan biaya sekolah selanjutnya, kini sudah dibebani biaya wisuda. 


Yang tak kalah memberatkan adalah budaya pemberian tali asih kepada guru baik semua guru maupun hanya wali kelas. Akibatnya, guru yang bukan guru mapel, wali kelas seringkali tak mendapatkan tali asih, dan ini memunculkan kecemburuan sosial. Hingga sempat viral di media sosial video guru-guru yang mendapatkan hadiah berlimpah saat penerimaan rapor dan guru-guru yang tangan kosong, padahal mereka sama-sama mengajar murid-murid. 


Ironinya, semakin bonafid dan favorit sekolah, maka acara wisuda semakin mewah berikut hadiah tali asih bagi guru makin mewah. 


Secara filosofi, bisa jadi ide bermula dari pengungkapan rasa bahagia anak sudah lulus dadi sekolahnya, dan bersiap menempuh pendidikan jenjang selanjutnya. Namun, tanpa sadar masyarakat kita tergelincir pada sikap berfoya-foya sekaligus kapitalis. Beranggapan kebahagiaan adalah dengan cara memuaskan kebutuhan jasadiyah semata. 


Hingga dunia pendidikan kehilangan visi misi yang sahih. Yaitu mencetak generasi cerdas, bertakwa serta berkepribadian Islam. Terlebih, dunia pendidikan kita sedang tak baik-baik saja. Minimnya peran negara dalam mengurusi rakyatnya telah berimbas pada rendahnya kualitas pendidikan di negeri ini. 


Terbukti dari berbagai persoalan yang terus bermunculan, mulai dari mahalnya UKT, PT yang berubah menjadi Badan Hukum yang artinya tidak lagi mendapat suntikan dana dari pemerintah pusat sehingga PT diberi kebebasan mencari uang hingga mengelola tambang untuk melancarkan operasional lembaga. Kemudian perzinahan remaja, pelajar terlibat berbagai tindak kriminal, kurikulum yang hanya berbasis profesi atau lapangan kerja sementara aklak, adab dan pemahaman yang benar tentang agamanya nol. 


Padahal, output pendidikan adalah aset bangsa yang luar biasa. Merekalah tulang punggung selanjutnya dalam membangun peradaban. Bisa dibayangkan bagaimana kualitas generasi yang kelak kita tinggalkan yang rendah daya juangnya. Belum tuntas pendidikannya tapi sudah wisuda. Dengan kebijakan penghapusan wisuda diharapkan ada perubahan paradigma pendidikan, namun sayangnya, kita bakal mendapatkan kekecewaan sekali lagi, sebab, sistem aturan hari ini masih Kapitalisme. Yang berkelindan mesra dengan Demokrasi, dimana pemimpin yang dihasilkan Demokrasi adalah pemimpin zalim dan tak tahu apa yang menjadi kewajiban amanah kekuasaannya. 

Baca juga: 

Al-Quds Dikooptasi, Umat Islam Tidak Boleh Diam 


Pemimpin dalam Demokrasi tumpul otak, karena ia harus bersegera membayar utang kepada para pengusaha dan timses terkait pemilihan dirinya untuk menjadi penguasa. Akibatnya, banyak hal yang harus tergadaikan termasuk kedaulatan negeri ini. Hingga pendidikan sulit diakses masyarakat. 


Saatnya Kembali Kepada pengaturan Syariat Islam


Islam sebagai sistem kehidupan sangat sempurna menyelesaikan seluruh persoalan manusia. Termasuk pendidikan yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat. Maka syariat mewajibkan negara menjamin seratus persen pendidikan bisa diakses rakyat dengan mudah dan murah. 


Tak ada celah untuk melakukan praktik bermewah-mewah, siap, nepotisme dan lainnya yang sebelumnya lazim terjadi dalam sistem kapitalisme. Baitulmal sebagai badan keuangan negara, akan membiayai seluruh proses pendidikan dari pengadaan infrastruktur sekolah untuk desa dan kota, guru-guru berkualitas dengan gaji dari negara bukan berdasarkan UMR, sarana laboratorium, perpustakaan, asrama, jalan , kendaraan antar jemput jika diperlukan dan lain sebagainya. 


Baca juga:

Sigap Gotong Royong, Kemiskinan Bakal Kosong, Yakin?


Kualitas dan kuantitas sekolah sangat menjadi perhatian negara, maka kelak tak ada sekolah favorit dan orangtua tidak dikenakan biaya apapun setinggi apapun pendidikan yang hendak dicapai anak. Semuanya hanya bisa diwujudkan jika syariat diterapkan dan ada pemimpin yang dengan kriteria yang disebutkan Rasulullah, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). 


Tidakkah kita merindukan pengaturan yang sedemikian manusiawi? Wallahualam bissawab (ry) .


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)