PHK massal, Sejahtera Dengan Kapitalis Terbukti Gagal

Goresan Pena Dakwah
0

ilustrasi PHK (pinterest)

Oleh: Sunarti Hamzz

Aktivis Muslimah


Beritakan.my.id, Opini--Pekerja di berbagai wilayah  Indonesia tengah ketar-ketir akan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Mulai dari Industri tekstil, alas kaki, hingga teknologi banyak yang tutup atau melakukan efisiensi sehingga berujung PHK. Akibatnya, jumlah orang yang menganggur akibat PHK terus menerus meningkat. 


Februari, sebanyak 8.504 karyawan PT Sritex Sukoharjo, 956 karyawan PT Primayuda Boyolali, 40 karyawan PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan 104 karyawan PT Bitratex Semarang juga terdampak (kompas.com, 04-03-2025).


Baca juga: 

Saatnya Fungsikan Prioritas Pendidikan, Bukan Efisiensi


Maraknya PHK jelas menunjukkan kondisi ekonomi dunia yang sulit. Dampak PHK terasa di mana-mana, bukan hanya kepada buruh/pekerja, namun kepada warga yang berada di sekitar pabrik yang tutup. Kehidupan ekonomi rakyat di sekitaran pabrik tersebut mulai merosot pemasukannya, mulai dari pemilik kontrakan/kos-kosan, pemilik katering dan kantin serta tukang ojek pangkalan dan pedagang mikro mendapat imbas dari PHK tersebut. 


Fenomena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang tidak ada ujungnya di negeri ini disebabkan oleh tidak adanya tanggung jawab dari pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya bagi rakyat. Pemerintah hanya sibuk mengurusi investor guna memperkuat perekonomian mereka hingga lupa tanggung jawab mereka sebagai pengurus rakyat. 


Apalagi dengan adanya mekanisme outsourcing yang makin menyusahkan rakyat, karena dilihat dari   aspek kerja sama, upah dan hak-hak yang sangat jauh dari apa yang diharapkan serta tidak memiliki jaminan kerja yang pasti. Sistem ini tidak memedulikan nasib para buruh, mereka hanya diambil tenaganya saja tanpa mendapatkan hak dan imbalan yang layak. 


Sistem ini sangat menguntungkan bagi pengusaha dan merugikan pekerja. Sungguh miris, negara tidak pernah memperhatikan kebutuhan rakyat. Sistem Kapitalisme menyebabkan pekerja bernasib malang. Karena dalam pandangan Kapitalisme pekerja hanya bagian dari biaya produksi, sehingga ketika kondisi global sedang tidak stabil maka PHK massal selalu menjadi solusi oleh perusahaan sebagai jalan keluar menekan biaya produksi. 


Dalam perspektif Kapitalisme, penguasa yakni negara hanya bertugas sebagai regulator dan fasilitator, yaitu hanya ketok palu/mengesahkan regulasi.  Posisi penguasa yang demikian hanya menguntungkan para kapitalis (investor). Sedangkan pekerja menjadi korban dan mendapatkan dampak buruknya. 


Kondisi pekerja makin sulit dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing) ini yang menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja sewaktu-waktu tanpa ada kompensasi berupa pesangon. Mekanisme ini merupakan akal licik perusahaan untuk mendapatkan pekerja dengan biaya lebih murah.


Outsourcing sudah mendapat protes keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan di Indonesia, tetapi pemerintah tetap bergeming dan memihak para kapitalis yakni investor. 


Hasilnya, PHK massal akan terus menerus terjadi ke depannya karena masih di terapkannya sistem Kapitalisme di Indonesia saat ini. Negara  hanya berfokus menjadi pelayan investor Kapitalis, bukannya menyejahterakan rakyat, termasuk pekerja. Gelombang PHK tidak hanya memukul para pekerja, tetapi juga rakyatlah yang menjadi korban secara keseluruhan. Tampak jelas keberpihakan negara dalam sistem Kapitalisme adalah pada para kapitalis, bukan pada rakyat. 


Baca juga:

PHK Massal Dampak dari Bobroknya Sistem Kapitalisme


Undang-undang soal ketenagakerjaan dalam sistem Islam (Khilafah) disusun berbasis akidah Islam dan bersumber dari syariat Islam. Syariat Islam memiliki serangkaian aturan yang membentuk politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, yaitu berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat. 


Negara yang menerapkan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyah, akan menjalankan politik ekonomi Islam ini dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung, Khilafah akan menyediakan fasilitas yang lengkap mulai dari pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma sehingga rakyat (termasuk pekerja) tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan tersebut. Penggratisan ini niscaya terjadi karena dibiayai dari Baitulmal  yang memiliki pemasukan yang besar, utamanya dari pengelolaan harta milik umum seperti pertambangan, hutan, laut, dan sebagainya. 


Tidak hanya itu, rakyat sudah bebas dari beban pendidikan, kesehatan, dan keamanan, rakyat juga difasilitasi negara untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Negara Khilafah melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan kerja dalam skala besar. 

Baca juga: 


Korupsi Semakin Subur Dalam Sistem Sekuler


Khilafah juga memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan sehingga menyerap banyak tenaga kerja. TIdak hanya itu, Khilafah juga mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan cara pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan meniadakan berbagai pungutan sehingga muncul banyak wirausahawan di berbagai bidang. Hal ini juga berujung pembukaan lapangan kerja luas. 


Dengan serangkaian kebijakan ini, rakyat akan terjamin mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak. Tidak ada rakyat (laki-laki dewasa) yang menganggur. Dengan optimalisasi industri dalam negeri ini, kebutuhan produk untuk pasar lokal akan tercukupi sehingga tidak diperlukan lagi impor dari luar, utamanya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta alat untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, Khilafah tidak akan bergantung pada impor produk asing.Wallahualam bissawab. [ry].

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)