Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Ramadan segera berakhir, berikutnya berita mudik Lebaran pasti meramaikan media sosial. Menghadapi ritual tahunan itu, pemerintah telah menetapkan sejumlah kebijakan di antaranya penetapan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) hingga diskon tiket mudik (SINDOnews.com, 22-3-2025).
Pemerintah, menurut Presiden Prabowo Subianto saat Sidang Kabinet Paripurna, sudah memastikan kondisi ketahanan pangan nasional tetap aman dan stabilitas harga bahan pokok terus dipantau secara ketat. Presiden mengapresiasi kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam menurunkan harga tiket pesawat sebesar 13 persen, diskon tarif jalan tol 20 persen, hingga penurunan harga tiket kereta api sebesar 25 persen.
Di sisi lain, memang banyak lembaga berbenah, dengan mempercepat percepatan pembangunan jalan, tol, jembatan, beberapa memperbaiki jalan yang berlubang. Namun sisi lain moda transportasi tak mengalami banyak kemajuan, jika pun ada yang baru tarifnya mahal dan trayeknya terbatas.
Sisi lain moda transportasi kita yaitu maraknya travel gelap jelang mudik Lebaran. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, maraknya travel gelap ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan angkutan umum yang merata hingga pelosok daerah. Ada kebutuhan masyarakat terhadap transportasi yang belum mampu dipenuhi oleh pemerintah (liputan6.com, 23-3-2025).
Kewajiban penyediaan angkutan umum, menurut Djoko sudah diatur dalam Pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Undang-undang ini menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat.
Juga di pasal 139 UU LLAJ menyebutkan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memiliki tanggung jawab menyediakan angkutan umum, baik untuk angkutan antarprovinsi, antarkabupaten/kota, hingga ke dalam wilayah pedesaan. Angkutan umum hanya boleh diselenggarakan menggunakan kendaraan bermotor umum oleh BUMN, BUMD, atau badan hukum lain sesuai peraturan.
Baca juga:
Berantas Kemiskinan Dengan Kapitalisme? No Way!
Kebutuhan transportasi yang murah dan mudah bagi masyarakat sangat penting untuk segera dipenuhi oleh pemerintah, sebab dampaknya tak hanya mobilitas masyarakat yang terhambat namun juga hingga kehilangan nyawa, Djoko mencontohkan kasus kecelakaan tragis pada mudik Lebaran 2024 lalu, ketika sebuah minibus travel gelap mengalami kecelakaan di Tol Cikampek KM 58, menewaskan 12 penumpang.
Lebih memprihatinkan hari ini angkutan pedesaan banyak yang punah, sedangkan kebutuhan mobilitas warga meningkat, terutama bagi pekerja di Jabodetabek yang berasal dari pedesaan.
Menanti Jaminan Aman Tak Cukup Dengan Diskon
Mudik sebenarnya bukan kebiasaan baru masyarakat Indonesia, meski tahun ini diprediksi arus mudik lebih sepi karena krisis ekonomi dan efisiensi pemerintah yang berakibat makin bertambahnya pengangguran korban PHK, dimana masyarakat lebih memilih menahan diri untuk tidak pulang kampung, namun tetap saja membutuhkan penanganan yang tepat dan jaminan aman.
Namun , dari tahun ke tahun tetap saja muncul berbagai persoalan dalam sarana transportasi, terlebih pada masa mudik, dari mulai macet, kontra flow yang tidak efektif, hingga kecelakaan, baik karena kelelahan macet maupun kondisi jalan yang di beberapa ruas belum sempurna perbaikannya.
Semua ini menunjukkan buruknya tata kelola transportasi di negeri ini. Meski ada jenis transportasi premium dengan segala fasilitasnya yang memanjakan, namun tak bisa diakses oleh banyak orang, selain mereka yang berduit. Apa mau dikata, inilah konsekwensi ketika pengaturan transportasi berasaskan Kapitalisme-sekuler.
Dalam sistem ini, transportasi menjadi jasa komersil karena pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta. Dengan alasan swasta lebih profesional, negara mencukupkan diri sebagai regulator kebijakan, yang kebijakannya pun lebih banyak berpihak kepada pengusaha. Gebyar diskon hanya di hari-hari tertentu seolah pemerintah masih beritung untung rugi dengan rakyat.
Baca juga:
Peringatan Nuzulul Quran dan Momentum Kebangkitan Umat
Rasulullah Saw. Bersabda, “Pemimpin itu adalah perisai dalam memerangi musuh rakyatnya dan melindungi mereka. Jika pemimpin itu mengajak rakyatnya kepada ketakwaan kepada Allah dan bersikap adil, pemimpin itu bermanfaat bagi rakyat, tetapi jika dia memerintahkan selain itu, pemimpin tsb merupakan musibah bagi rakyatnya.”(HR. Muslim). Jelas saat ini kita belum memiliki pemimpin dengan klasifikasi Rasulullah, pantas dunia masih terasa sempit.
Sementara itu, di sisi lain, tidak meratanya infrastruktur dan fasilitas umum menjadikan rakyat menggantungkan hidupnya di perkotaan. Seolah kota memang lebih layak berkilau daripada desa, akibatnya banyak yang mencari kerja di kota, sehingga tradisi mudik pun tak terelakkan. Upaya pemerintah pun terkesan setengah hati.
Islam Jaminan Transportasi Aman Sepanjang Waktu
Islam memandang transportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersialkan. Meski pembangunan infrastruktur mahal dan rumit, haram bagi negara menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Negara wajib membangun hajat transportasi publik yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu, serta memiliki fasilitas penunjang yang memadai sesuai dengan perkembangan teknologi.
Perhatian akan keselamatan dan keamanan transportasi tak hanya saat hari raya atau hari besar lainnya. Namun sepanjang hari, dalam rangka menunjang kegiatan masyarakat memenuhi kebutuhan hariannya.
Baca juga:
Pelecehan Seksual di Dunia Pendidikan Mengapa Terus Terjadi?
Anggaran untuk mewujudkan semua ini adalah anggaran yang bersifat mutlak karena transportasi merupakan kebutuhan publik.
Negara Islam memiliki sumber pemasukan yang banyak dan beragam, sehingga mampu untuk membangun infrastruktur termasuk dalam transportasi yang baik, aman dan nyaman, sehingga rakyat mendapatkan layanan dengan mudah dan kualitas terbaik.
Skema pembiayaan negara, di Baitulmal sangat berbeda dengan APBN negara hari ini yang cenderung defisit sebab bertumpu pada pendapatan pajak dan utang luar negeri. Masihkah masyarakat mengira bergabungnya pemerintah kepada BRICS sekadar karena berada dalam satu kawasan?
Jelas bukan, inilah cara ngasong dana guna pembiayaan proyek negara, utang dan utang lagi. Dan jelas berbasis riba, maka darimana keberkahan itu akan didapatkan?
Di sisi lain, Islam memandang bahwa kemajuan dan pembangunan adalah hak semua rakyat dan merupakan kewajiban negara. Oleh karena itu, Negara akan membangun infrastruktur merata sehingga potensi ekonomi terbuka lebar di semua wilayah, bukan hanya di perkotaan. Wallahualam bissawab. [ry].