Demokrasi Menumbuh Suburkan Korupsi

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi: Klikhukum.id

Oleh Arni Suwarni

Aktivis Dakwah 


Beritakan.my.id - OPINI - Pada tahun 2025, Indonesia digemparkan dengan terungkapnya kasus korupsi di Pertamina terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang tahun 2018-2023. Kejagung menemukan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun per tahun, dengan total hampir Rp1 kuadriliun selama lima tahun.


Tujuh tersangka dari jajaran direksi anak usaha Pertamina dan pihak swasta diduga terlibat dalam praktik yang menyebabkan kerugian ini. Modusnya adalah dengan mengurangi produksi minyak dalam negeri, sehingga impor menjadi dibutuhkan dan harganya dinaikkan.


Kejagung menetapkan MK dan EC sebagai tersangka kasus korupsi, karena diduga memerintahkan pengoplosan Premium dan Pertalite untuk menjadi Pertamax. Mereka juga menyetujui penggelembungan harga kontrak, hingga menyebabkan Pertamina membayar fee ilegal. Akibatnya, masyarakat merasa tertipu karena membeli Pertamax, tetapi sebenarnya Pertalite, dan khawatir akan merusak mesin kendaraan.


Netizen membuat "Klasemen Liga Korupsi Indonesia" sebagai respons terhadap kasus korupsi Pertamina. Klasemen ini berisi daftar kasus korupsi terbesar di Indonesia berdasarkan kerugian negara. Di mana Pertamina menduduki peringkat pertama dengan kerugian negara hampir mencapai Rp1 kuadriliun, kemudian di ikuti kasus korupsi timah (Rp300 triliun), BLBI (Rp138,44 triliun), dan kasus korupsi lainnya, termasuk penyerobotan lahan PT Duta Palma Group (Rp78 T), PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (Rp78 T), PT Asabri (R22,7 T), PT Jiwasraya (Rp16,8 T), izin ekspor minyak sawit (Rp12 T), pengadaan pesawat Garuda Indonesia (Rp9,37 T), dan Proyek BTS 4G (Rp8 T). Klasemen ini menyindir parahnya korupsi di Indonesia, yang menyebabkan nilai kerugian negara terus meningkat. 


Korupsi di negara ini tumbuh subur akibat penerapan sistem sekular demokrasi kapitalisme. Dalam sistem demokrasi, uang menjadi syarat untuk meraih kekuasaan, di mana calon pejabat harus mengeluarkan sejumlah dana yang besar sesuai dengan jabatan yang di inginkan. Partai politik pun harus mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan suara rakyat, dengan BUMN sebagai salah satu sumber dana utama yang sering dimanfaatkan.


Kapitalisme dalam pengelolaan BUMN membuka celah bagi partai politik untuk terlibat di dalamnya. Terutama dalam sektor sumber daya alam, seperti minyak bumi yang melibatkan swasta. Perekrutan pejabat BUMN menjadi tidak profesional dan transaksional, di mana restu dari partai besar menjadi kunci menduduki posisi penting. Akibatnya, terjadi kesepakatan politik yang merugikan rakyat.


Sistem sanksi saat ini sangat lemah dalam melarang korupsi, yakni dengan Presiden memberikan sinyal pemaafan bagi koruptor yang mengembalikan uang. Sanksi yang diterapkan juga terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Koruptor dapat menikmati fasilitas mewah di penjara dan bahkan bebas bepergian ke luar negeri.


Dari segi sumber daya manusia, sistem pendidikan sekular kapitalisme gagal menghasilkan pejabat yang amanah dan beriman. Sebaliknya, banyak pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi secara besar-besaran.


Adapun dalam sistem politik Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, mampu memberantas korupsi dengan pemilihan pemimpin yang jujur dan larangan politik uang. Dari perspektif hukum, Islam menegaskan bahwa korupsi adalah perbuatan yang dilarang karena termasuk dalam kategori pengkhianatan, yaitu penyalahgunaan harta yang telah dipercayakan kepadanya.


(Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, Nizhamul Uqubat, hlm. 31). Islam melarang tindakan khianat melalui firman Allah SWT dalam Qur'an Surah Al-Anfal ayat 8 :


“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan pula kalian mengkhianati amanah-amanah kalian, padahal kalian tahu.”


Rasulullah saw. bersabda :“Barang siapa yang menjadi pegawai kami dan sudah kami beri gaji maka apa saja yang ia ambil di luar itu adalah harta yang curang.” (HR Abu Dawud)


Penegakan sanksi dalam Khilafah dilakukan tanpa pandang bulu, sekalipun pelaku korupsi adalah anggota keluarga pemimpin tertinggi negara. Hukuman bagi pelaku korupsi adalah takzir, yaitu jenis dan beratnya hukuman ditentukan oleh hakim. Hukuman ini dapat berupa nasihat, teguran, penjara, denda, pengungkapan identitas pelaku di depan umum, cambuk, atau bahkan hukuman mati. Bentuk eksekusi mati pun bisa dilakukan dengan digantung atau dipancung. Pertimbangan berat ringannya sanksi di dasarkan pada tingkat kejahatan yang dilakukan


Adapun praktik pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) secara ilegal termasuk ke dalam kategori penipuan (tadlis) dan diharamkan dalam ajaran agama Islam. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda :


"Siapa saja yang melakukan penipuan atau kecurangan maka bukan daril golonganku.” (HR Muslim)


Dalam sistem Islam, pejabat dan pegawai negara akan disejahterakan dengan gaji yang layak dan di audit kekayaannya secara berkala untuk mencegah korupsi. Hal ini didukung dengan pendidikan Islam untuk membentuk pribadi yang bertakwa, amanah, zuhud, dan qanaah, sehingga tidak serakah terhadap harta.


Penerapan sistem pendidikan Islam berperan penting dalam membentuk individu-individu yang bertakwa. Dengan demikian, ketika mereka memegang jabatan, sikap amanah akan selalu diutamakan. Selain itu, pendidikan Islam juga membentuk karakter zuhud, di mana individu tidak mudah terpengaruh oleh harta dan memiliki sikap qanaah, yaitu merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah taala. Mereka tidak akan bersikap serakah atau mengambil harta yang bukan miliknya.


Dengan semua mekanisme ini, Khilafah diharapkan dapat mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.


 Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Editor: Rens


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritaka. akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)