Ilustrasi kemiskinan (pinterest)
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia dengan berbagai langkah konkret. Di antaranya adalah pemangkasan birokrasi hingga efisiensi anggaran yang berpihak pada rakyat. Pemerintah akan bekerja tanpa henti untuk meningkatkan penghasilan rakyat hingga menghilangkan kelaparan (republika.co.id, 13-3-2025).
Wacana tersebut disampaikan presiden saat peluncuran mekanisme baru penyaluran tunjangan guru ASN di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Jakarta, "Anak orang miskin tidak boleh miskin, itu tekad kami. Anak orang miskin dia harus nanti bangkit dan nanti membantu orang tuanya," ujar Presiden Prabowo.
Baca juga:
Jika Syariat Opsional, Jilbab Hanya Seremonial
Pemerintah telah menyusun strategi untuk memastikan setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup mereka. Salah satu langkah nyata yang kini ditempuh pemerintah adalah reformasi dalam distribusi pupuk bagi para petani. Selama ini distribusi pupuk dihambat oleh 145 regulasi, 38 tanda tangan gubernur, 500 kepala daerah, serta beberapa kementerian. Hal ini menyebabkan petani kesulitan mendapatkan pupuk tepat waktu.
Presiden meminta kesabaran dari seluruh rakyat Indonesia dan menegaskan bahwa pemerintah bekerja tanpa henti, siang malam tanpa libur, untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Kebijakan Omon-Omon Penguasa Populis
Begitu berapi-apinya Presiden menyampaikan pemikirannya. Namun sepertinya rakyat sudah terlalu jengah, siapa yang bisa menjamin kali ini bukan omon-omon sebagaimana kebijakan sebelumnya? Di tengah seruan efisiensi, pemerintah justru menambah stafsus dan wakil menteri, apakah mereka mau dibayar hanya sejuta dua juta rupiah? Bagaimana rakyat menjerit, badai PHK terus menghantam, tabungan menipis pekerjaan tak ada. Pajak naik, bahkan siapa yang punya kendaraan bermotor pajak kendaraannya mati selama dua tahun akan disita pemerintah, bukankah seharusnya UU perampasan aset itu untuk kekayaan koruptor dari hasil mereka korupsi?
Program MBG yang ternyata utang Cina, alih-alih menyiapkan makanan bergizi untuk anak bangsa, dana APBN harus disunat sana-sini masih pula ditambah utang. Dan APBN masih saja defisit. Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan ini masih aman, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan mengambil utang luar negeri sebagai upaya menstabilkan pendapatan dan daya beli masyarakat.
Ramai kasus pagar laut, senyap begitu kepala desa Kohod dijadikan tersangka dan diminta membayar sejumlah ganti rugi. Nyatanya pagar tidak semua dirobohkan dan PSN PIK 2 terus berlanjut. Mirisnya, para taipan yang dikenal dengan julukan 9 naga, para pemodal besar (investor) yang proyek mereka merajalela di Indonesia dan sudah bukan rahasia lagi merekalah penentu kebijakan pemerintah dalam mengatur urusan dalam negeri.
Rakyat menderita, terusir dari tanah kelahiran mereka sendiri seperti rakyat Pulau Rempang, Papua dan Kalimatnya dengan proyek Lumbung Pangan Nasional, semuanya gagal dan menyisakan kerusakan ekosistem luarbiasa. Banjir melanda hampir di semua wilayah di Indonesia karena pengaturan tata letak kota yang beraroma kapitalis, tak lagi mengindahkan AMDAL apalagi HGB tanah bisa dipalsukan, lagi-lagi ulah pejabat pemengan kekuasaan.
Dukungan untuk petani pun seolah hanya lips servis, banyak lahan beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri, ditambah dengan kebijakan impor yang mematikan harga barang dalam negeri produksi petani, masih saja mengatakan akan mendukung pertanian?
Bencana pun terus menerus menerjang, tak hanya banjir, tapi juga kebakaran hutan, tercemarnya lingkungan, tanah longsor dan lainnya. Inilah dampak dari kerakusan pejabat negeri ini yang kongkalikong dengan penguasa untuk memperkaya diri sendiri atau partai dan kelompoknya.
Rakyat harus melihat fakta bahwa wajah penguasa hari ini adalah penguasa dengan kebijakan populis, terlihat menyenangkan, tapi tak satupun ditempuh dengan mekanisme yang benar. Semua kebijakan disusun serampangan, dipoles dengan pujian para buzzer yang menggiring opini seolah kebijakan sempurna dan sukses. Ditambah lagi dengan legitimasi ulama yang kenyang uang sogokan sehingga pendapatnya tak lagi keluar dari pemahaman agama yang sahih.
Baca juga:
Pelecehan Seksual di Dunia Pendidikan, Mengapa Terus Terjadi?
Korupsi menjadi-jadi, hingga muncul ide mengumpulkannya dalam sebuah klasemen. Semua adalah BUMN negara yang semestinya dibentuk untuk kemaslahatan umat, namun kini keuntungan BUMN diarahkan untuk pendanaan Danantara, sebuah perusahaan pengelola investasi yang digadang bakal memberikan kekayaan luar biasa bagi negara. Apakah memang tujuan negara itu kaya? Lantas bagaimana dengan kesejahteraan rakyat?
Dan masih banyak lagi fakta yang jauh dari kata " pemerintah sudah bekerja" untuk rakyat. Adakah jalan terbaik dan terpercaya untuk meraih kesejahteraan hakiki?
Islam Jawaban Bagi Semua Problematika Umat
Semua persoalan sebetulnya bermula pada satu hal yaitu penerapan sistem Kapitalisme yang asasnya sekular. Memisahkan agama dari kehidupan. Ditambah dengan penerapan sistem politik Demokrasi yang justru melahirkan pemimpin setengah hati untuk rakyat, yang setengahnya untuk pengusaha yang sudah mendukungnya hingga sampai di kursi tampuk pimpinan. Politik balas budi inilah yang kemudian banyak menjerat kepentingan para penguasa, melalaikan fungsi sebenarnya sebagai pemimpin.
Rasulullah Saw. bersabda, "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim No. 3447).
Pemimpin dalam Islam adalah mereka yang memenuhi 7 syarat Iniqod seperti muslim, pria, merdeka, berakal, baligh, fakih fiddin dan memiliki kemampuan untuk memimpin. Rasulullah Saw pernah menolak salah satu sahabat ketika ia mengajukan diri sebagai pemimpin. Yaitu Abu Dzar, sambil menepuk pundak Abu Dzar, Nabi SAW berkata, "Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah, sementara kepemimpinan itu adalah amanat. Pada hari kiamat nanti, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut" (HR Muslim).
Jelas dalam Islam, tak cukup bagi seorang pemimpin hanya berkoar-koar di atas mimbar menjanjikan kebaikan bagi rakyatnya kecuali ia telah berpegang teguh pada cara yang benar untuk memimpin. Yaitu hanya menjadikan Rasulullah sebagai contoh. Allah SWT.berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah," (TQS al-Ahzab: 21). Wallahualam bissawab. [ry].