Pangkas Anggaran Pangkal Kaya

Goresan Pena Dakwah
0


Ilustrasi APBN, freeepik


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban



Beritakan.my.id--Opini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemangkasan belanja negara yang dilakukan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp306, 69 triliun bukan karena penerimaan pajak yang menurun. Melainkan untuk memperbaiki kualitas belanja dan upaya peningkatan efisiensi belanja negara, baik di tingkat pusat maupun daerah sekaligus demi menjaga stabilitas fiskal dan mendukung pelayanan publik yang lebih optimal (ikpi.or.id, 24-1-2025).


Sri Mulyani mengistilahkan dengan better spending, quality spending terhadap APBN karena akan terus menjadi instrumen penting dalam belanja negara. Sasaran pemangkasan adalah belanja yang dinilai kurang produktif atau bisa dilaksanakan dengan anggaran yang lebih kecil. Beberapa di antaranya adalah perjalanan dinas, acara seremonial, rapat di hotel, seminar, serta percetakan suvenir yang kurang relevan di era digital.


Selanjutnya akan diarahkan untuk mendukung program prioritas, seperti program makan bergizi gratis (MBG), yang diyakini memiliki dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.


Hal ini sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Instruksi ini tertuju pada sejumlah pejabat negara, mulai dari para menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, hingga gubernur, bupati, dan wali kota untuk melaksanakan langkah-langkah efisiensi anggaran di berbagai sektor.

Baca juga: 

Bulan Mulia Isi Dengan Upaya Mewujudkan Kemuliaan Islam


Sesuai instruksi pula, penetapan target efisiensi anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, terdiri atas Rp 256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga, Rp 50,59 triliun dari transfer ke daerah. Sementara Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan surat perintah bernomor S-37/MK.02/2025 sebagai tindak lanjut merupakan Inpres (republika.co.id, 21-1-2025).


Pemangkasan Anggaran Bukti Buruknya Pengelolaan Anggaran?


Ekonom yang juga Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyampaikan bahwa upaya pemerintah ini layak diberi apresiasi berapa pun besarnya efisiensi anggaran yang dilakukan. Salah satunya dalam hal perjalanan dinas, baik ke luar negeri ataupun di dalam negeri. Juga perlu dibatasi kegiatan yang bersifat seremonial dan sejenisnya, sebaliknya, alokasi anggaran lebih banyak digunakan untuk belanja pemerintah yang lebih produktif, seperti untuk program subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) (Republika co.id, 28-1-2025).


Memang menjadi sesuatu yang baru, ketika pemerintah memutuskan mengadakan efisiensi anggaran, targetnya pun tak main-main, meski masih ada lembaga yang tidak dipangkas dengan alasan kedaruratan, namun hal ini menjadi bukti bahwa selama ini ada pemborosan. Pemerintah kita ternyata banyak belanja yang tidak penting dan tidak prioritas.


Model pengelolaan ini juga meniscayakan lalai akan uang rakyat, mendorong adanya penyalahgunaan termasuk korupsi, pantas saja korupsi terus menggurita. Belum lagi suap, gratifikasi, penimbunan dan lainnya. Namun banyak pihak yang berpendapat pemangkasan anggaran ini hanya sekadar pencitraan (kebijakan populis-otoriter).


Alasannya karena efisiensi tidak dibarengi dengan seriusnya negara mengurusi rakyatnya, masih saja ada lepas tanggung jawab atas segala urusan umat sebagai konsekuensi penerapan Sistem Kapitalisme. Semua masih diitung untung rugi. Termasuk ketika hasil efisiensi akan digunakan untuk pendanaan MBG (Makan Bergizi Gratis).


Baca juga: 

Cinta Ditolak Dukun Pensiun


Sejatinya pemangkasan anggaran tidak mengubah apa pun, selama sistem ekonomi yang diterapkan tetap Kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang dalam pemasukannya. Sementara pengelolaan sumber daya alam yang berlimpah diserahkan kepada asing atau investor. Dari sisi pengeluaran , negara pun seolah tak peduli bahwa kebijakan disahkan tidak disandarkan pada kemaslahatan rakyat. Banyak proyek yang bertajuk Proyek Strategis Nasional namun mangkrak, termasuk IKN yang kini resmi ditutup. Dampak lainnya yang miskin bertambah miskin kaya semakin kaya.


Penguasa dalam Islam adalah pelayan (raa’in), sebagaimana sabda Rasulullah, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari), maka sudah menjadi tugasnya untuk mengurus keuangan negara hingga terwujud kemakmuran di tengah masyarakat. Baitulmal sebagai mekanisme pembiayaan seluruh kewajiban negara mulai gaji pegawai, pembangunan fasilitas publik dan lainnya tidak didapat dari utang luar negeri dan pajak.


Khilafah Jaminan Sejahtera


Karakter pejabat dan pegawai dalam Khilafah adalah pihak yang takwa, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat serta profesional. Khilafah bukan idiologi sebagaimana yang diopinikan oleh pembenci Islam kafah. Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum muslim yang berdasarkan syariat. Dan Islam sendirilah idiologi, karena Islam bukan hanya mengatur akidah, tapi juga di dalamnya terpancar berbagai aturan ( syariat) guna melayani umat seluruhnya. Memisahkan Khilafah dari Islam sama halnya menjadikan bencana demi bencana menimpa umat manusia.

Baca juga: 

Liberalisasi Pergaulan Merusak Generasi Bangsa


Para pemimpin dengan karakter yang demikian hanya bisa terwujud dalam pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Islam mewajibkan adanya sistem sanksi yang tegas juga menjadi pencegah pelanggaraan atas harta negara. Juga adanya keimanan yang kuat dan kontrol masyarakat. Wallahualam bissawab.


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)