Kasus Pagar Laut, Oligarki Penguasa Negeri?

Admin BeritaNusaIndo
0

Gambar : Pagar Laut, Tangerang.
Kredit : Mongbay Indonesia
.


Oleh : Yulia Fahira 

Baru-baru ini pemerintah mengakui adanya temuan petak-petak Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di sepanjang area pagar laut Tangerang. Wilayahnya masuk di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten. Sebagaimana disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

Aplikasi BHUMI milik ATR/BPN mencatat di area pagar laut seluas 30,16 kilometer persegi tersebut, diisi HGB dari 263 bidang tanah. Lebih rinci, HGB itu dikuasai PT Intan Agung Makmur 234 bidang, PT Cahaya Inti Sentosa 20 bidang tanah, dan 9 bidang lain milik perorangan. Selain itu, ada pula 17 bidang tanah yang telah memiliki SHM.

Pagar laut misterius sepanjang 30,16 Kilometer ini pertama kali diungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti.

Temuan pagar laut misterius ini sontak membuat heboh publik, sebab kejadian seperti ini baru kali ini terbongkar. Setelah sebelumnya publik dihebohkan dengan adanya penjualan Pulau, pengelolaan tambang oleh ormas dan swasta serta ekploitasi hutan menjadi perkebunan sawit kini mencuat kasus 'kavling' laut.

Indonesia yang merupakan negara maritim yang memiliki laut yang luas dan memiliki pulau-pulau tentu tak luput dari penjagaan negara, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) memilki tugas untuk melaksanakan patroli keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia. Namun nyatanya pengawasan tersebut tak benar-benar menjamin keamanan laut dari tangan rakus oligarki. Buktinya perairan pantai yang dekat dengan pemukiman warga telah berhasil di kavling-kavling kan oleh koorporasi, tentu hal ini sangat berdampak buruk bagi masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.

Anehnya pemerintah seolah tak seirama dalam menangani kasus ini dan cenderung saling lempar seperti saling menutupi. Pemerintah juga seolah tak serius dalam mengungkap dan menindak dalang dari pagar laut ini, padahal sudah jelas ini melanggar aturan yang sudah diterapkan. Berbagai statement pun mulai di suarakan sebagai pembelaan diri, berdalih seakan itu bagian dari penyelamatan pantai dari abrasi dan pelindung ketika datangnya ombak tinggi. 

Pemerintah hanya sibuk membela diri tanpa memikirkan nasib masyarakat sekitar. Ini menunjukkan bahwa lemahnya hukum buatan manusia yang bisa di manipulasi sesuai kondisi.

Jika ditelisik lebih jauh hal semacam ini tentu bukanlah hal yang mustahil terjadi di sebuah negeri yang menganut sistem kapitalisme yang menjunjung kebebasan (liberalisme) termasuk kebebasan dalam kepemilikan. Kapitalisme menjadikan negara tidak memiliki kedaulatan mengurus urusan manusia. Negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator yang bergerak sesuai arahan kapital dan mengorbankan rakyatnya demi kepentingan pribadinya.

Akibatnya negara tidak memiliki kemampuan untuk menindak para kapital yang perbuatannya jelas menyengsarakan rakyat.

Mekanisme seperti ini jelas berbeda dengan Islam. Dalam Islam negara memiliki peran sebagai raa'in (pengurus) rakyat. 

Rasulullah Saw bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya." (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadist ini, menjelaskan bahwa seorang pemimpin (Khalifah) memiliki tanggung jawab yang besar atas rakyatnya dan segala yang ia pimpin termasuk pengelolaan sumber daya Alam. 

Menurut Syaikh Taqiyuddin An- Nabhani dalam kitab Iqtishady fi al- Islam menjelaskan bahwa, benda-benda yang diciptakan Allah dimuka bumi ini ada yang milik individu, milik negara dan milik umum.

Kepemilikan umum terdapat tiga klasifikasi, salah satunya. Barang yang menjadi kebutuhan masyarakat luas seperti dalam hadist mengatakan kaum muslim berserikat pada air, Padang gembala dan api. Air yang dimaksud disini adalah laut dan pantai. Laut dan pantai merupakan bagian dari kepemilikan umum yang haram jika dikelola secara pribadi maupun swasta.

Khalifah akan mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dibalut keimanan kepada Allah Swt dan ras tanggung jawab kepadaNya sehingga rakyat akan merasakan keadilan dan bukan kesengsaraan.

Hal ini hanya akan terjadi jika diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam mengatur kehidupan sehari-hari dan bernegara.

Allahu'alam...


_Editor : Vindy Maramis_

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)