Bahaya Pluralisme Bagi Akidah Umat

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi: Wikipedia 

 

Perayaan Natal dan Tahun Baru juga kerap menjadi ajang kampanye paham pluralisme. Umat diajak untuk menerima paham semua agama adalah benar. Tidak ada dikotomi iman dan kafir. Padahal pluralisme itu hakikatnya adalah mencampuradukkan iman dan kekufuran, haq dan batil. Pluralisme adalah paham yang bertentangan dengan Islam. 


Oleh Anita Karolina

Ibu Rumah Tangga




Beritakan.my.id - OPINI - Di setiap akhir tahun Masehi ada dua hari raya yang jelas bukan hari raya umat Muslim: Natal dan Tahun Baru. Namun, seperti sudah menjadi tradisi, banyak Muslim bahkan instansi Pemerintah, swasta, para pejabat dan tokoh masyarakat yang beragama Islam ikut larut dalam dua perayaan tersebut. Momentum itu juga sering diopinikan sebagai wahana kebhinekaan dan kerukunan umat beragama. Prihatinnya, banyak karyawan muslim yang kemudian dikondisikan bahkan diwajibkan untuk mengikuti perayaan Natal dan Tahun Baru. Sebagian dari mereka bahkan diperintahkan untuk memakai asesoris perayaan Natal. 


Padahal MUI, dalam fatwa yang dikeluarkan pada 7 Maret 1981, telah menyatakan keharaman Muslim merayakan Natal bersama. Pada tahun-tahun selanjutnya MUI juga menghimbau pada pengusaha yang beragama Kristen agar tidak mendorong atau mewajibkan pegawainya yang muslim untuk terlibat dan memakai asesoris Natal.Namun, sebagian Muslim tetap saja ada yang membolehkan untuk mengucapkan Selamat Hari Raya Natal dan bahkan terlibat dalam Perayaan Natal.


Perayaan Natal adalah ibadah bagi umat Nasrani. Pada hari itu mereka mengagungkan kelahiran Tuhan mereka, Yesus Kristus. Bukan kelahiran Isa al-Masih sebagaimana yang dijelaskan al-Quran. Di dalam Pesan Natal Bersama Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun 2019 dinyatakan, “Dengan penuh sukacita, kita merayakan pesta kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus, Raja Damai, yang datang untuk ‘merubuhkan tembok pemisah, yakni perseteruan (EF 2:14)’ yang memecah-belah umat manusia...”


Sebaliknya, seorang muslim wajib mengimani bahwa Isa al-Masih adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Allah Swt. berfirman: "Sungguh perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepada dirinya, “Jadilah”, maka jadilah ia." (TQS. Ali Imran [3]: 59)


Ucapan selamat pada Hari Raya Natal jelas bertentangan dengan akidah Islam. Allah Swt. tidak mempunyai anak. Allah Swt. pun tidak dilahirkan. Allah Swt. juga sudah memperingatkan bahwa pernyataan Allah memiliki anak adalah kemungkaran yang mendatangkan kemurkaan-Nya. Dari sini harusnya bisa dipahami bahwa mengucapkan Selamat Hari Raya Natal, apalagi terlibat dalam perayaan Hari Natal, bertentangan dengan akidah dan peribadatan kaum Muslim. Ada yang berdalih bahwa hanya sekadar ucapan tidak akan merusak keimanan seorang Muslim. 


Adapun perayaan tahun baru Masehi pertama kali dirayakan oleh bangsa Romawi dengan menyiapkan berbagai persembahan untuk dewa-dewa mereka. Pada Abad Pertengahan di Eropa, pemimpin gereja Kristen mengikuti perayaan tahun baru pada 1 Januari.


Patut disayangkan jika hari ini banyak Muslim di berbagai penjuru dunia, termasuk di tanah air, ikut-ikutan merayakan peringatan tahun baru Masehi. Sebagian dari mereka ada yang karena keawamannya. Sebagian lagi karena sengaja tidak peduli dan mengabaikan hukum Allah Swt. Padahal Rasulullah saw. telah mengingatkan umat ini agar tidak menyerupai orang kafir.


Apalagi perayaan tahun baru biasanya diisi dengan hura-hura, tidak jarang terjadi campur-baur pria-wanita, bahkan disertai minuman keras. Lebih memprihatinkan lagi, tidak jarang perayaan tahun baru diisi dengan perzinaan. Berbagai laporan dari sejumlah daerah menginformasikan bahwa penjualan kondom di toko-toko ritel, online bahkan lewat jasa ojol meningkat menjelang perayaan malam tahun baru.


Perayaan Natal dan Tahun Baru juga kerap menjadi ajang kampanye paham pluralisme. Umat diajak untuk menerima paham semua agama adalah benar. Tidak ada dikotomi iman dan kafir. Padahal pluralisme itu hakikatnya adalah mencampuradukkan iman dan kekufuran, haq dan batil. Pluralisme adalah paham yang telah difatwakan oleh MUI sebagai bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu setiap Muslim hendaknya meyakini bahwa tidak ada agama yang benar kecuali Islam.


Sungguh memprihatinkan jika hari ini akidah umat begitu rapuh dan mudah dihancurkan oleh opini dan tradisi yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan keyakinan bahwa Allah itu Esa—tidak memiliki anak dan tidak dilahirkan—tidak ada yang menjaganya. Negara pun membiarkan pengaburan akidah ini terus berlangsung. Bahkan mereka menjadi sponsor pluralisme yang merongrong keimanan umat. Sementara itu, Muslim yang hendak istiqamah menjaga keimanan mereka sampai mati justru kerap dipersekusi dan dituding sebagai ancaman bagi kerukunan umat beragama.


Padahal Islam sudah punya aturan yang menata hubungan antar umat beragama dengan mulia. Agama ini sudah mengajarkan bahwa tidak boleh memaksa non-Muslim memeluk Islam. Islam pun telah mengajarkan bahwa wajib menolong siapa saja yang membutuhkan tanpa memandang agamanya. Sebaliknya, Islam mengharamkan tindakan mengganggu harta, kehormatan dan jiwa sesama manusia apapun keyakinannya. 


Namun, dalam perkara keimanan dan ibadah, setiap muslim wajib berpegang pada keyakinannya. Ia harus yakin bahwa hanya Islam satu-satunya agama yang Allah ridhai. Siapa saja yang mencari agama selain Islam akan merugi dunia-akhirat. 


Allah Swt. berfirman: "Siapa saja yang mencari agama selain Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (TQS. Ali Imran [3]: 85)

WalLâhu a’lam bish shawab. [Rens]


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.




Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)