Oleh : Vindy W. Maramis
Zaman telah berubah. Seiring dengan perkembangan teknologi dan internet, anak-anak kini sudah banyak yang mahir menggunakan gadget atau smartphone. Ditambah memang dalam dunia pendidikan smartphone dan internet sudah lazim digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cepat.
Namun ternyata ada dampak buruk dan bahaya yang mengintai anak-anak kita dari penggunaan smartphone dan internet ini. Salah satunya adalah paparan konten pornografi. Anak-anak yang menggunakan smartphone tanpa pengawasan orangtua atau tanpa pemahaman dalam penggunaan smartphone dan internet rawan terpapar konten-konten yang berbau pornografi, bahkan berpeluang menjadi korban atau objek tindakan pornografi.
Melansir Kumparan.com (31/5) - Ketua KPAI Ai Maryati mengungkapkan bahwa situasi anak dalam bisnis pornografi sangat rentan. Pertama mereka sebagai subjek tindak pidana kejahatan seksual. Mereka menjadi talent atau menjadi objek pornografi di dalam percaturan industri seks.
Bareskrim Polri juga telah menangkap total 58 orang tersangka dari 47 kasus penyebaran konten pornografi anak selama periode Mei sampai November 2024.
Tentu hal ini perlu mendapat perhatian khusus bagi kita semua. Anak-anak harus dilindungi dari ancaman terkait pornografi yang senantiasa mengintai mereka.
Ada sekitar 15.659 situs pornografi yang telah diajukan pemblokirannya oleh Bareskim kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Sudah sebanyak itu situs yang dibiarkan selama ini.
Hal ini telah menunjukkan disfungsional peran negara dalam memberi hak perlindungan bagi masyarakat, terutama anak-anak. Kita perlu mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus yang sudah bertahun-tahun ini.
Sistem kapitalisme-sekuler yang diadopsi oleh negara ini telah menjadikan peran negara dikebiri. Asas yang menjadi paradigma negara adalah pemisahan agama dari kehidupan, serta orientasi yang dituju adalah materi, yakni mendapatkan keuntungan tanpa mempertimbangkan halal, haram, dan moral sosial lagi.
Oleh sebab itu negara abai dalam menjaga dan melindungi masyarakat, terutama anak-anak dari paparan pornografi. Padahal pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki akses dan kapabilitas dalam memberantas situs-situs dan konten-konten berbau pornografi di jejaring sosial dan internet. Namun tetap saja situs-situs dan konten-konten seperti itu menjamur, bahkan bila tidak ada aduan/laporan akan dibiarkan saja.
Hal ini akan menimbulkan berbagai persepsi ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat akan beranggapan bahwa pemilik situs dan konten pornografi ini memberi 'upeti' ke pemerintah agar bebas dari pemblokiran, seperti yang terjadi pada kasus situs judi online.
Dalam perspektif sistem Islam, pornografi adalah perbuatan haram, karena melanggar syariat Islam. Allah berfirman :
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk". (TQS. Al-Isra : 32)
Oleh sebab itu, Islam memberi khitab (seruan) kepada manusia untuk menjauhi seluruh perbuatan yang mendekati zina. Seruan ini juga menjadi barometer bagi negara atau penguasa. Artinya agar penguasa mengambil seruan ini dalam kebijakan negara. Maka negara harus dengan sungguh-sungguh mencegah dan memberantas segala macam bentuk perbuatan, situs, dan konten yang mengarah pada zina dan pornografi.
Setidaknya ada beberapa pilar dalam Islam yang menjadi acuan.
Pertama, ketakwaan individu. Negara harus memberikan pelayanan pendidikan berbasis aqidah dan tsaqofah Islam yang sempurna. Sehingga akan lahir masyarakat yang memiliki syakhsiyah Islamiyah, yakni yang pola sikap dan pola pikirnya berdasarkan halal dan haram. Bila halal dilakukan, bila haram ditinggalkan.
Kedua, kontrol masyarakat. Ketakwaan individu yang terbentuk secara otomatis akan membentuk masyarakat yang khas, yakni masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan. Masyarakat akan senantiasa menjadi 'senter' yang siap menerangi dalam keadaan gelap, tidak akan membiarkan perbuatan tercela seperti situs, konten, dan tindak pornografi merajalela, masyarakat akan melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
Ketiga, negara sebagai pelaksana hukum. Apabila kontrol masyarakat tidak mampu mencegah tindak pornografi ini, maka disinilah negara akan bertindak. Apabila didapati ada yang membuat situs, konten, dan tindakan pornografi maka akan diberlakukan hukum syariat yang berlaku, yaitu hukum rajam atau hukum dera.
Ini cara Islam melindungi masyarakat terutama anak-anak dari kejatahan dan bahaya yang ditimbulkan oleh pornografi.
Allahua'lam.