Oleh Umi Lia
Member Akademi Menulis Kreatif
Program simpanan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) banyak menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Terlebih soal pemotongan gaji yang kini diperluas, tak hanya untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri tetapi juga pegawai swasta dan pekerja lepas/mandiri. Iuran ini bersifat wajib untuk seluruh karyawan yang berumur 20 tahun, sudah menikah dan memiliki upah minimal sebesar Upah Minimum Kabupaten (UMK). Besaran iuran yang harus disetor ke Tapera 3 persen untuk yang kerja mandiri atau sektor informal. Sementara untuk karyawan yang bekerja pada sebuah perusahaan harus menyetor 2,5 persen dan pemberi kerja wajib memberi subsidi sebesar 0,5 persen. (Ayobandung.com, 30/5/2024)
Presiden Jokowi menanggapi santai pro dan kontra terhadap program Tapera ini. Beliau membandingkan dengan program BPJS, sama seperti dulu BPJS di luar PBI (Penerima Bantuan Iuran) juga menuai pro dan kontra. Namun setelah berjalan banyak yang merasakan manfaatnya, berobat ke rumah sakit tidak dipungut biaya. Menurut pemerintah Tapera adalah solusi penyediaan perumahan bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Ada 9,9 juta rakyat negeri ini yang belum mempunyai rumah dan ada 14 juta warga berpenghasilan rendah tinggal di rumah tidak layak huni. Kemudian sebanyak 81 juta penduduk usia milenial (24-40 tahun) kesulitan untuk memiliki rumah.
Pemerintah mungkin menghitung angka 3 persen itu kecil dibanding manfaat yang akan dirasakan masyarakat. Namun bagi para pekerja pungutan Tapera ini memberatkan karena sebelumnya sudah ada berbagai pungutan, antara lain PPH (Pajak Penghasilan), pungutan BPJS ketenagakerjaan, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang sudah naik menjadi 11% dan akan naik lagi menjadi 12% awal tahun 2025. Belum lagi bagi para pekerja yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak, beban hidup semakin berat karena harus mengeluarkan biaya pendidikan, transportasi dan lain-lain. Besaran 3 persen dari UMK (Upah Minimum Kabupaten) bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat berarti. Jika dihitung UMK yang ada di Jawa Barat rata-rata perbulan dipotong Rp105 ribu. Sebelum ada Tapera saja UMK ini tidak mencukupi atau tidak sebanding dengan beban kerja yang ditanggung para karyawan/buruh formal.
Selain itu menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, program Tapera tumpang tindih dengan program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan BPJS ketenagakerjaan. Karena itu lebih baik memaksimalkan program MLT sehingga pekerja dan pengusaha swasta/BUMN/BUMD tidak perlu lagi dibebani kewajiban membayar iuran Tapera. Sementara itu kebutuhan perumahan masyarakat miskin dan tidak mampu belum terakomodasi oleh Tapera ini. Seharusnya pemerintah memperhatikan juga fasilitas perumahan bagi mereka. Timboel mengusulkan pembiayaan perumahan rakyat miskin diberikan dengan skema PBI (Penerima Manfaat Iuran) seperti di program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dengan sumber pembiayaan dari dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang berasal dari APBN.
Sementara menurut Ekonom Universitas Airlangga Dr. Ni Made Sukartini SE.Msi, Tapera lebih cocok diterapkan pada kelompok masyarakat pekerja formal dan pekerja yang diatur dalam hubungan industrial, seperti PNS, TNI, Polri, pekerja BUMN dan swasta. Sedangkan bagi pekerja informal atau pekerja mandiri, kelompok ini akan kesulitan. Karena mereka mempunyai sistem pembayaran upah yang tidak teratur. Untuk itu perlu diperhatikan karena jumlah kelompok pekerja informal di Indonesia lebih banyak dibanding pekerja formal. Meski Tapera ini cocok untuk pekerja formal, tapi mereka selama ini dengan upah UMR atau UMK-nya sudah mampu membeli rumah dengan menyesuaikan budget.
Hal ini karena rumah adalah salah satu kebutuhan dasar (primer) selain sandang dan pangan. Bahkan dalam Islam, sudah ditetapkan bahwa setiap orang berhak mempunyai hunian yang layak. Tempat tinggal merupakan salah satu hal yang dapat membahagiakan manusia. Nabi saw. bersabda: "Ada empat perkara yang termasuk kebahagiaan: Istri shalihah, tempat tinggal yang lapang, teman/tetangga yang baik dan kendaraan yang nyaman." (HR Ibnu Hibban)
Sedangkan Tapera adalah bentuk lepas tangannya negara dari membantu rakyatnya untuk bisa mempunyai rumah. Dengan Tapera rakyat dipaksa saling menanggung baik yang mampu atau tidak mampu sama seperti BPJS. Lewat Tapera ini penguasa menzalimi rakyat.
Berbeda dengan Islam yang mewajibkan negara untuk memberi kemudahan pada rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan dasar sandang, pangan dan papan (tempat tinggal). Untuk itu negara yang menerapkan sistem Islam, akan melakukan empat strategi sehingga rakyat secara umum bisa memiliki rumah. Pertama, negara akan menciptakan keadaan yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi, sehingga rakyat tidak ada yang menganggur dan dengan penghasilannya mereka mampu membeli rumah/menyewanya.
Kedua, negara tidak melakukan praktik ribawi dan melarang semua rakyatnya dalam jual beli kredit perumahan. Selain dosa besar, praktik riba membawa kemudaratan seperti yang terjadi di sistem kapitalisme sekarang. Ketiga, negara tidak akan mengizinkan penguasaan lahan yang luas kepada segelintir orang/korporasi tanpa digarap, seperti sekarang yang disebut land banking. Inilah yang menyebabkan harga tanah mahal. Dalam Islam jika ada tanah tidak digarap selama tiga tahun, maka hak kepemilikannya lepas dan akan disita negara. Keempat, negara akan memberikan lahan kepada rakyat yang mampu mengelola lahan tersebut. Selain itu negara juga memberikan modal pada rakyat untuk menggarapnya demi kemaslahatan hidup mereka termasuk memberi kemudahan dalam memiliki rumah.
Demikianlah solusi Islam terkait pemenuhan kebutuhan rakyat yang sangat mendasar. Hal ini sudah dilakukan Rasul saw. dan diikuti para khalifah setelahnya. Sebagai contoh Rasul saw. selaku kepala negara pernah memberikan lahan di tanah al-'Aqiq kepada Bilal bin al-Harits, memberikan tanah di Hadramaut kepada Wa'il bin Hujr. Kemudian Khalifah Umar juga pernah memberi bantuan modal pada petani di Irak.
Negara yang menerapkan Islam benar-benar memperhatikan kebutuhan rakyat dan sumber pendanaannya diambil dari harta milik negara dan harta milik umum yang jumlahnya melimpah di negeri-negeri muslim. Karena itu negara yang berasaskan Islam ini bisa menjamin kesejahteraan, keadilan dan menghilangkan kezaliman terhadap rakyat. Semoga semakin banyak orang yang memahami sistem Islam dan merindukan penerapannya.
Wallahu a'lam bish shawab.